Kematian Siswa Andika Lutfi Falah saat Aksi di Jakarta Diselidiki Komnas HAM

Andika Lutfi

Andika Lutfi Falah (16), pelajar SMKN 14 Kabupaten Tangerang, meninggal setelah mengalami luka berat di kepala usai kerusuhan demo di sekitar DPR/MPR RI, Jakarta. Komnas HAM menyatakan kasus Andika masuk atensi pemantauan bersama sedikitnya 10 korban jiwa lain dalam gelombang aksi sejak 25–31 Agustus, dan meminta negara bertanggung jawab atas peristiwa ini.

Siapa Andika dan apa yang terjadi?

Menurut laporan lapangan, Andika pamit dari sekolah pada siang hari untuk menuju kawasan DPR. Ia kemudian hilang kontak dan ditemukan dalam kondisi kritis dengan dugaan luka akibat benda tumpul di bagian belakang kepala, sebelum dirawat intensif di RSAL Dr. Mintoharjo.

Soal tanggal wafat, beberapa media berbeda: Tempo (EN) menyebut Andika meninggal Senin, 1 September 2025 setelah tiga hari koma, sementara sejumlah laporan lokal menyebut 31 Agustus 2025. Poin pastinya: ia wafat setelah perawatan intensif di RSAL Dr. Mintoharjo.

Status penyelidikan: apa langkah Komnas HAM?

Komnas HAM memasukkan Andika dalam daftar korban jiwa gelombang aksi akhir Agustus dan menyatakan proses pemantauan, pengumpulan data, dan fakta terus berjalan. Lembaga ini menekankan akuntabilitas negara dan mendorong investigasi menyeluruh terhadap dugaan kekerasan yang menyebabkan kematian Andika.

Daftar ringkas Komnas HAM yang dirangkum media menempatkan Andika sebagai salah satu dari 10–11 korban meninggal pada periode 25–31 Agustus. Data ini akan terus diperbarui seiring pengumpulan informasi lanjutan.

Luka yang dilaporkan dan bukti awal

Rangkaian laporan menyebut cedera kepala akibat kekerasan benda tumpul sebagai indikasi utama penyebab kritis hingga wafatnya Andika. Detail forensik lengkap belum dipublikasikan; itu sebabnya investigasi independen dan transparan penting untuk mengunci kronologi, pelaku, dan motif.

Respons pemerintah/otoritas

Di sisi eksekutif, Menteri PPPA menyambangi keluarga Andika dan menyampaikan permohonan maaf seraya menegaskan perlunya penanganan adil untuk keluarga korban. Langkah simbolik ini belum menjawab pertanyaan kunci publik: siapa yang bertanggung jawab langsung dan bagaimana pemulihan hak keluarga.

Kenapa kasus ini krusial?

  1. Usia korban & konteks aksi. Andika adalah pelajar. Kematian pelajar dalam konteks aksi politik menuntut standar perlindungan anak dan proporsionalitas aparat yang jauh lebih ketat. 2) Preseden akuntabilitas. Di tengah sorotan atas tewasnya Affan Kurniawan dan korban-korban lain, konsistensi sanksi etik/pidana akan menentukan kredibilitas reformasi penanganan unjuk rasa. 3) Hak atas kebenaran. Keluarga dan publik berhak tahu rangkaian kejadian yang akurat—dari titik lokasi insiden, saksi, rekaman CCTV, hingga hasil visum/otopsi.

Apa yang harus dipantau ke depan

  • Audit medis & forensik: Rilis resmi hasil visum/otopsi untuk memastikan penyebab kematian.

  • Pengusutan berjenjang: Identifikasi pelaku lapangan dan komando; apakah ada unsur penyiksaan atau penggunaan kekuatan berlebihan.

  • Pemulihan korban: Dukungan hukum, psikologis, dan finansial bagi keluarga; skema reparasi negara bila pelanggaran terbukti.

  • Transparansi publik: Pembaruan berkala dari Polri, Komnas HAM, dan Kejaksaan terkait kemajuan kasus.
    (Butir-butir ini selaras dengan mandat pemantauan Komnas HAM atas korban jiwa gelombang aksi).