Demonstrasi Besar di Jakarta Tuntut Peninjauan Tunjangan DPR dan Peran Militer

Demonstrasi

Demonstrasi pada akhir Agustus 2025 berakar dari ketidakpuasan masyarakat terhadap besarnya tunjangan anggota DPR yang mencapai puluhan juta rupiah per bulan, yang dinilai tidak seimbang dengan kondisi ekonomi rakyat. Selain itu, kebijakan pemerintah yang memperluas peran militer dalam urusan sipil turut memicu keresahan publik. Demonstran menilai DPR dan pemerintah mengabaikan suara rakyat yang merasa terbebani secara ekonomi dan sosial akibat kebijakan yang tidak berpihak.

Kronologi Aksi

Pada tanggal 28 dan 29 Agustus, ribuan orang, termasuk mahasiswa dan pekerja, menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI. Mereka membawa spanduk tuntutan peninjauan kembali tunjangan anggota parlemen dan pengurangan peran militer dalam urusan sipil. Bentrokan terjadi antara massa dan aparat keamanan, dengan penggunaan gas air mata dan water cannon oleh polisi untuk membubarkan kerumunan saat aksi memanas. Demonstrasi sempat ricuh dengan beberapa korban luka dan pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan yang meninggal terseret kendaraan taktis Brimob.

Simbol Perlawanan

Demonstran menggunakan simbol bendera bajak laut dari manga Jepang “One Piece” sebagai tanda protes keras terhadap apa yang mereka anggap korupsi dan ketidakadilan. Simbol ini menjadi viral sebagai lambang keresahan rakyat terhadap elit pemerintahan.

Respons Pemerintah dan DPR

Presiden Prabowo Subianto menyatakan keprihatinan atas kejadian tersebut dan memerintahkan penyelidikan terhadap insiden kematian pengemudi ojek online. Sementara itu, sejumlah anggota DPR yang menjadi sorotan atas tunjangan besar mulai menghadapi tekanan publik yang kian meningkat. Wakil rakyat di DPR diberi kritik keras atas sikap yang dinilai jauh dari aspirasi rakyat.

Analisis Pengamat

Menurut pengamat politik Fernando Emas, demonstrasi ini merupakan buah dari rasa frustasi masyarakat yang dipicu oleh ketiadaan respons DPR terhadap aspirasi rakyat terkait tunjangan yang dianggap berlebihan. Jika DPR tidak segera mendengarkan, gelombang demonstrasi bisa meluas dengan jumlah massa yang jauh lebih besar, sebagaimana peristiwa 1998 yang mengubah arah politik Indonesia.

Dampak Sosial dan Politik

Aksi unjuk rasa ini menggerakkan perhatian nasional dan internasional serta menandai titik ketegangan yang serius antara masyarakat dan pemerintahan saat ini. Banyak kalangan berharap adanya dialog konstruktif untuk penyelesaian masalah dan reformasi agar kondisi sosial-politik bisa lebih stabil dan adil.