Harga BBM Non-Subsidi Turun Serentak: Pertamax Cs Terkoreksi, Produk Diesel Naik

harga bbm

Mulai pertengahan Agustus 2025, operator SPBU besar melakukan penyesuaian harga BBM non-subsidi. Bensin RON 92–95 umumnya turun, sementara diesel naik. Perubahan ini mengikuti pergerakan harga minyak/produk kilang (MOPS) dan kurs USD. Dampaknya: pengguna bensin dapat napas, pemakai diesel mesti siap keluar biaya ekstra.

Catatan: angka berikut mengacu wilayah dengan PBBKB 5% (mis. DKI/sekitar). Di provinsi dengan PBBKB lebih tinggi, nominal di pylon bisa sedikit berbeda.


Daftar Harga Terkini per Merek (Agustus 2025)

Pertamina (Non-Subsidi)

  • Pertamax (RON 92): ± Rp 12.200/liter

  • Pertamax Turbo: ± Rp 13.200/liter

  • Pertamax Green 95: ± Rp 13.000/liter

  • Dexlite (CN 51): ± Rp 13.850/liter ⟵ naik

  • Pertamina Dex (CN 53): ± Rp 14.150/liter ⟵ naik

Intinya: bensin turun, diesel naik. Efeknya paling terasa di pengguna mobil keluarga (hemat), sedangkan pemilik kendaraan niaga/diesel menanggung kenaikan.


Shell

  • Shell Super (RON 92): ± Rp 12.580/liter

  • Shell V-Power (RON 95): ± Rp 13.050/liter

  • Shell V-Power Nitro+: ± Rp 13.230/liter

  • Shell V-Power Diesel: ± Rp 14.380/liter ⟵ naik

Catatan: strategi Shell mengikuti tren sama—premium gasoline turun, diesel terkerek.


BP-AKR

  • BP 92: ± Rp 12.550/liter

  • BP Ultimate (RON 95): ± Rp 13.050/liter

  • BP Ultimate Diesel: ± Rp 14.380/liter ⟵ naik

Catatan: banderol RON 95 BP sejajar dengan kompetitor; diferensiasi ada di aditif/claim performa.


Vivo

  • Revvo 90: ± Rp 12.490/liter

  • Revvo 92: ± Rp 12.580/liter

  • Revvo 95: ± Rp 13.050/liter

  • Diesel Primus Plus: ± Rp 14.380/liter ⟵ naik

Catatan: opsi ekonomis di RON 90–92 terlihat menarik pasca koreksi.


Kenapa Bensin Turun, Diesel Naik?

  1. Kondisi pasar produk kilang berbeda.
    Gasoline (RON 92–95) di regional Asia sempat melunak karena supply ketat mereda dan permintaan musiman tak seagresif periode puncak.

  2. Diesel terpapar faktor industri & logistik.
    Permintaan middle distillate (diesel) cenderung lebih kaku, ditambah dinamika crack spread yang masih relatif kuat—hasilnya harga tidak ikut “longgar”.

  3. Kurs USD & biaya logistik.
    Fluktuasi rupiah terhadap dolar menetes langsung ke biaya impor/komponen impor. Saat USD menguat, tekanan ke harga jual tetap ada meski bensin turun.


Dampaknya ke Dompet dan Bisnis

  • Pengguna bensin RON 92–95: ada ruang hemat harian. Untuk komuter 1.000–1.500 km/bulan, koreksi ratusan rupiah/liter bisa akumulatif signifikan.

  • Pengguna diesel (niaga/pribadi): biaya operasional naik. Untuk armada logistik, cost per trip meningkat dan berpotensi didorong ke harga barang (inflasi biaya).

  • Ride-hailing/ojek online: hemat tipis di bensin; pendapatan bersih terdongkrak tergantung pola rute dan beban kerja.

  • Usaha kecil: pilih BBM sesuai kompresi/rasio mesin; hindari “turun oktan” demi hemat sesaat karena biaya jangka panjang (mesin ngelitik, konsumsi boros) malah lebih besar.


Tips Praktis Biar Hemat Beneran

  1. Isi sesuai rasio kompresi.
    Mesin kompresi 10:1–11:1 idealnya RON 92 ke atas; ECU modern bisa adaptif, tapi jangan turunkan oktan ekstrem.

  2. Konsisten di satu produk.
    Switching terlalu sering bikin ECU adaptasi ulang dan kadang memengaruhi konsumsi sementara.

  3. Cek tekanan ban & servis ringan.
    Ban kurang angin ±2 PSI bisa menambah konsumsi 2–3%. Filter udara kotor juga bikin boros.

  4. Waktu isi & antrian.
    Hindari jam puncak; selain hemat waktu, suhu tangki SPBU lebih stabil—meski efek ke volume kecil, pengalaman isi jadi lebih enak.

  5. Hitung TCO, bukan sekadar harga.
    Selisih beberapa ratus rupiah tidak selalu lebih murah jika bikin konsumsi naik. Pantau km/liter di aplikasi catatan.


Kenapa Angka di Pylon Bisa Beda?

  • PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor).
    Tiap provinsi menetapkan tarif berbeda (umumnya 5–10%). Inilah sebab harga di DKI bisa beda dibanding provinsi tetangga.

  • Biaya distribusi & sewa lahan.
    SPBU dengan ongkos logistik lebih tinggi bisa pasang harga sedikit berbeda selama koridornya masih sesuai kebijakan.


Proyeksi Pendek

Kalau minyak global stabil dan kurs tidak liar, koreksi bensin bisa bertahan. Namun, diesel masih bergantung pada demand industri dan pola ekspor-impor regional. Intinya: volatilitas tetap ada. Untuk bisnis berbasis armada, kunci perencanaan di kontrak harga dan efisiensi rute.